Wednesday, July 6, 2011

Cover Story Edisi Juli: Lady Gaga, Monster Goddess

Jakarta - Dalam control room sebuah studio yang gelap dan tanpa angin di lantai ketiga gedung perkantoran di pusat Manhattan, Lady Gaga sedang menggenggam mainan unicorn dan membicarakan filmRocky IV. Delapan jam lagi dia akan menyelesaikan pengisian vokal untuk album ketiganya, Born This Way, yang seharusnya keluar dalam waktu kurang dari sebulan lagi. Namun bahkan dengan adanya tenggat waktu (ditanya tentang batas akhir, semua orang hanya berkata “segera”), bahkan dengan cahaya redup dari monitor komputer, bahkan sambil minum sekaleng Coke Zero melalui sedotan yang berlekuk-lekuk, dia masih terlihat seperti Gaga yang megah: Hair extension-nya yang pirang dikuncir menjadi dua dan berdiri seperti tanduk unicorn-nya; poni rambutnya kontras berwarna hitam; rias matanya yang seperti mata kucing melewati kelopaknya. Dia sedang memakai tights dengan sobek kecil di paha kiri, bra, “sepatu bot penari bugil” setinggi lutut, serta jaket denim kedodoran dengan gambar salib dan hati dari single terbarunya, “Judas” – sebuah hadiah dari seorang penggemar. Hingga beberapa saat yang lalu, dia memakai topi baret yang membuatnya tampak seperti relawan Guardian Angels yang peduli akan mode.
image

“Di saat saya sedih, saya memikirkan little monsters dan berbuat seperti ini,” kata Gaga, sambil membuat tanduk kecil unicorn itu menyala. “Fight on, little pony, fight on!” Para penggemarnya menyebut diri merekalittle monsters; dalam surat-surat mengharukan yang mereka kirim ke panggung Gaga, mereka menjulukinyaMother Monster. Dalam ketenarannya selama tiga tahun ini, Gaga telah mengumpulkan 34 juta teman di Facebook dan ditonton 1 milyar kali di YouTube; remaja-remaja keren di Cina mengungkapkan rasa terkejut dengan, “Oh, my Lady Gaga.” Dia telah mengubah tatanan dunia pop, memberi tahu anak-anak bahwa menjadi gay, aneh atau tidak populer itu bukan masalah, karena mereka lahir seperti itu: sebuah pesan yang jarang ditemukan di chart sejak musik alt rock ’90-an mempopulerkan kaum terkucilkan. Kadang-kadang Gaga banyak meminjam dari musik dan ikonografi para idolanya, namun pengaruhnya terhadap rekan-rekannya sendiri terlihat lebih jelas lagi: Miley Cyrus dan Christina Aguilera praktis menghancurkan karier mereka sendiri karena mencoba menirunya; Rihanna dan Katy Perry terus menjadi semakin aneh (lihat video “E.T.”-nya Perry); Ke$ha diperbolehkan menjadi tenar.

Belum lagi irama musik dansa yang diperkenalkan kembali ke stasiun radio pop oleh Gaga -- sebuah sound yang sedang dirombaknya. “Hindari formulanya!” kata Gaga, yang menuangkan kecintaannya untuk musik rock klasik ke album barunya. “Kalau saya bisa memasukkan refrain yang megah itu ke lantai dansa, maka itulah kemenangan album ini, bagi saya.”

Namun Gaga masih merasa seperti underdog -- maka dia menonton film-film Rocky. Rocky sangat mirip Gaga, tanpa gaun daging, telur raksasa dan 10 hit single: kecil, gesit, berdarah Italia-Amerika, selalu bersaing melawan sosok dengan fisik lebih sempurna. Semalam, dia menonton film yang keempat untuk pertama kali, dan menangis ketika Rocky mengalahkan Ivan Drago, petinju jahat dari Uni Soviet. “Bagian kesukaan saya,” kata Gaga dengan penuh antusiasme, “adalah ketika mantan pelatih Apollo berkata ke Rocky, ‘He is not a machine. He’s a man. Cut him, and once he feels his own blood, he will fear you.’ ” (Sebenarnya dia mengarang setidaknya separuh dari kutipan itu, tapi terserahlah.)

“Saya tahu ini terdengar gila, tapi saya jadi memikirkan mesin yang bernama industri musik,” katanya. “Saya mulai berpikir tentang bagaimana saya harus membuat industri musik berdarah untuk mengingatkan bahwa dia adalah manusia, bukan mesin. Saya terus berkata pada diri sendiri, ‘No pain, no pain, I feel nothing.’ ” Dia meninju udara. “Hook kiri, hook kanan. Saya sudah melalui masa-masa yang jauh lebih buruk dalam hidup saya sebelum menjadi penyanyi pop, sehingga saya tidak merasakan sakit dalam perjalanan dan perjuangan ke puncak.” Dia berhenti, dan mengutip AC/DC: “ ‘It’s a long way to the top if you want to rock n’ roll.’Memang! Tapi pada akhirnya, segala sesuatu punya hati, segala sesuatu punya jiwa -- kadang kita melupakan itu.”

Dia meremas unicorn-nya -- yang dijulukinya Gagacorn -- dan membuatnya bercahaya lagi. “Hanya pria yang sudi menempatkan simbol penis pada sebuah makhluk mistis yang bermaksud membuat senang semua gadis kecil,” katanya. Gaga menginjak usia 25 tahun pada Maret lalu, tapi dia seringkali tampak jauh lebih tua atau muda. Di saat sedang bekerja, dia adalah orang dewasa paling serius di ruangan itu, dengan status tak diragukan sebagai Monster in Chief. Namun dalam saat-saat santai, dia seperti masih berusia 19 tahun, usia saat ia meninggalkan kehidupan normal, dan berhenti kuliah di NYU demi menjadi seorang superstar: “Saya tak sabar menunggu album saya keluar, agar kita bisa mabuk dan membelinya,” katanya.

Bahkan sambil mengobrol, Gaga sedang memikirkan harmonisasi vokal untuk lagu yang sedang dikerjakannya, “Electric Chapel” yang bernuansa electro-rock ’80-an. Tanpa basa-basi atau pemanasan, dia menggerakkan kursinya ke mikrofon di sudut ruangan, memakai headphones dan menyanyikan berbagai variasi dari refrain-nya. “Mirip Duran Duran, bukan?” katanya setelah salah satu take. “Duran Duran adalah inspirasi utama saya dalam harmonisasi -- semua tanda menunjuk ke Duran Duran.” Lalu dia mencoba take lagi dengan suara rendah yang seksi ala Cher. “Saya lebih suka yang itu, lebih seperti Billy Idol.”

Beberapa menit yang lalu, dia bertanya apakah EQ pada salah satu kalimat diubah. Ternyata benar, dan mereka mengubahnya lagi. Sambil melihat daftar pekerjaan panjang di buku tulis, Gaga mengalihkan perhatiannya kepada penempatan salah satu dari sekian banyak hook di lagu itu, tempat ia berteriak “meet me, meet me” dengan nada blues diiringi hentakan drum -- apakah sebaiknya bagian itu masuk lebih awal? Mereka meng-ubahnya, dan dia senang. “Kini lebih terasa seperti rock ’70-an. It’s Janis Joplin all night.”

“No, it’s Lady Gaga,” kata salah satu produsernya, Paul Blair alias DJ White Shadow, pria jangkung dari Chicago yang sedang memakai hoodie yang mengiklankan bar Angels & Kings di pusat kota.

“Saya tahu,” katanya. “Tapi saya tak boleh meniru diri sendiri. Belum.”

Dia mulai bercerita tentang pertemuannya dengan beberapa putri Disney saat sedang tur di Orlando. “Saya merasa seperti penggemar saat bertemu dengan mereka, mirip saat saya bertemu dengan Kiss untuk pertama kali,” katanya sambil cekikikan. (Beberapa momen retro R&B-pop yang terdapat di Born This Wayterilhami oleh “Then She Kissed Me” versi Kiss dari tahun 1977.) “Seorang putri Disney menimbulkan emosi yang sama dalam diri saya seperti saat bertemu dengan legenda rock. Hal magis dari sebuah band seperti Kiss atau seseorang seperti Elton John adalah merasa mereka dari dunia lain. Saat saya bertemu dengan Kiss, saya tak akan terkejut jika mereka semua melayang di atas tanah. Dalam konser Kiss, Paul Stanley terbang di gelanggang, dan itu terasa normal. Rasanya seperti, ‘Tentu saja.’ Namun saya tidak ingin itu sekadar momen di panggung, saya butuh menciptakannya dalam situasi sehari-hari. Saya butuh berada di toko swalayan dan terbang. Itu harus terjadi! Saya memang suka hal-hal teatrikal – apa yang Anda harapkan dari saya?”

Yang sebenarnya diharapkan para produser dan engineer-nya adalah istirahat. Mereka belum tidur dalam beberapa hari, dan itu setelah keliling dunia selama setahun bersama Gaga untuk menyelesaikan album ini di tengah-tengah arena tur yang mencakup 200 konser. Dia bangga karena diajak kerja lebih berat dibanding penyanyi pop pada umumnya. “Saya adalah seniman sejati, dan saya sangat terlibat,” kata Gaga. “Biasanya sang artis datang, merekam vokal dan pergi, dan orang-orang ini melakukan tugasnya dan dikirim balik.”

“Kami tidak terbiasa dengan artis yang begitu mengendalikan proses,” kata produser lainnya, Fernando Garibay -- bertubuh kecil dan pendiam, juga memakai hoodie. “Bukan hal biasa, bagi produser-produser dalam generasi ini, jika ada artis yang datang dan tahu persis apa yang diinginkannya.”

“Entah apakah saya bisa mewakili yang lain,” kata Blair, “namun tak ada artis lain di dunia ini yang membuat saya rela menuangkan usaha sebanyak ini.”

“Cough-Britney-cough,” kata Dave Russell, engineer asal Inggris dengan wajah berbulu dan topi kupluk. Gaga meninjunya dengan halus dan tidak seperti Rocky. Fight on, little pony.

No comments:

Post a Comment